"Saya berjanji, bahwa saya akan menjunjung tinggi dan mempertahankan derajat, nama, kehormatan dan jiwa Kesatuan Para Komando pada setiap saat, tempat dan keadaan bagaimanapun."
Itulah butir ketiga sumpah prajurit komando yang diucapkan seluruh anggota Kopassus. Sebagai pasukan elite yang dilatih dan memiliki kemampuan di atas prajurit reguler, mereka diikat dengan sumpah dan kode etik.
Sayangnya kini citra Korps baret merah itu tercoreng. 11 Anggotanya menembak mati empat tahanan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Para prajurit itu membalas dendam kematian rekan mereka Serka Heru Santoso yang tewas dikeroyok preman di Hugo's Cafe.
Memang tak sepantasnya sepasukan prajurit, yang biasa diberi tugas-tugas tersulit, kini membunuh orang tak bersenjata. Mabes TNI berjanji akan menghukum mereka yang bersalah.
Berikut 4 bapak Kopassus dan nasihat mereka bagaimana seorang prajurit pasukan khusus seharusnya bersikap.
1. Idjon Djanbi: Prajurit profesional
Pendiri Kopassus, Mayor Idjon Djandi selalu menginginkan pasukan
Kesko Teritorium III yang dibentuknya menjadi pasukan yang tangguh dan
profesional. Dalam beberapa latihan, Idjon selalu menekankan pentingnya
disiplin pada anak buahnya.
Menurut Idjon, tugas prajurit adalah bertempur di medan perang. Menghancurkan lawan saat pertempuran. Bukan menyiksa rakyat tak berdosa.
Idjon yang mantan pasukan elite baret merah Belanda ini berbeda pandangan dengan koleganya Kapten Raymond Westerling yang dikenal kejam dan haus darah. Westerling membantai ribuan rakyat tak berdosa saat di Sulawesi.
Idjon memilih keluar dari tentara Belanda. Masuk Islam dan menjadi petani bunga sebelum diajak bergabung ke TNI oleh Kolonel Kawilarang.
Ada satu hal yang paling diingat dari Sarwo soal pidatonya. Pada prajurit pasukan elite TNI ini, Sarwo selalu meminta prajuritnya sadar diri mereka adalah tentara rakyat.
"Dari mulai kaos kaki, sampai helm bajamu itu dibeli dari uang rakyat. Jadi jangan sekali-sekali menyakiti hati rakyat," kata Sarwo.
Sarwo sempat menjadi idola masyarakat pada akhir 1960an. Karena merasa tersaingi, Soeharto kemudian menggesernya menjadi duta besar.
Menurut Idjon, tugas prajurit adalah bertempur di medan perang. Menghancurkan lawan saat pertempuran. Bukan menyiksa rakyat tak berdosa.
Idjon yang mantan pasukan elite baret merah Belanda ini berbeda pandangan dengan koleganya Kapten Raymond Westerling yang dikenal kejam dan haus darah. Westerling membantai ribuan rakyat tak berdosa saat di Sulawesi.
Idjon memilih keluar dari tentara Belanda. Masuk Islam dan menjadi petani bunga sebelum diajak bergabung ke TNI oleh Kolonel Kawilarang.
2. AE Kawilarang: Jujur dan lindungi rakyat
Panglima Teritorium III Siliwangi Kolonel Alex Evert Kawilarang
dikenal sebagai perwira yang lurus dan jujur. Kawilarang yang mempunyai
ide membentuk satuan komando elite ini memberikan teladan pada anak
buahnya.
Menurut Kawilarang dalam gerilya, dukungan rakyat sangat besar manfaatnya. Terutama soal logistik. Karena itu Kawilarang selalu menumpas gerombolan perampokan di wilayah republik saat awal kemerdekaan.
Melindungi akan membuat rakyat dekat dengan TNI. Jika rakyat merasa tak aman dengan TNI, maka dengan mudah akan menyeberang ke pihak musuh.
Kawilarang pun tak mau mengkorupsi rampasan perang. Dia tak tergiur dengan harta karun Jepang yang jumlahnya sangat besar.
Menurut Kawilarang dalam gerilya, dukungan rakyat sangat besar manfaatnya. Terutama soal logistik. Karena itu Kawilarang selalu menumpas gerombolan perampokan di wilayah republik saat awal kemerdekaan.
Melindungi akan membuat rakyat dekat dengan TNI. Jika rakyat merasa tak aman dengan TNI, maka dengan mudah akan menyeberang ke pihak musuh.
Kawilarang pun tak mau mengkorupsi rampasan perang. Dia tak tergiur dengan harta karun Jepang yang jumlahnya sangat besar.
3. Slamet Riyadi: TNI dan rakyat hidup bersama
Bersama Kolonel AE Kawilarang, Letkol Slamet Riyadi adalah penggagas
Kopassus. Perwira muda yang bertahan menghadapi Belanda di Solo ini
selalu dekat dengan rakyat.
"Gerilyawan (tentara) harus selalu bergerak di tengah rakyat, seperti ikan dalam air. tidak bisa dipisahkan dari rakyat. Mereka tidak boleh dan tidak bisa dipisahkan dari rakyat," ujar Slamet Riyadi pada pasukannya.
Slamet Riyadi juga menindak tegas anggotanya yang ketahuan berlaku kasar pada rakyat. Atau pada pihak-pihak yang berusaha memecah kedekatan TNI dan rakyat.
Dia juga tak suka jika pasukannya berlagak seperti cowboy dan arogan. Tanpa disiplin, TNI tak ubahnya seperti gerombolan bersenjata.
"Gerilyawan (tentara) harus selalu bergerak di tengah rakyat, seperti ikan dalam air. tidak bisa dipisahkan dari rakyat. Mereka tidak boleh dan tidak bisa dipisahkan dari rakyat," ujar Slamet Riyadi pada pasukannya.
Slamet Riyadi juga menindak tegas anggotanya yang ketahuan berlaku kasar pada rakyat. Atau pada pihak-pihak yang berusaha memecah kedekatan TNI dan rakyat.
Dia juga tak suka jika pasukannya berlagak seperti cowboy dan arogan. Tanpa disiplin, TNI tak ubahnya seperti gerombolan bersenjata.
4. Sarwo Edhie Wibowo: Jangan sakiti rakyat
Kolonel Sarwo Edhie Wibowo adalah komandan legendaris korps baret merah ini. Sarwo yang memimpin Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menumpas PKI.Ada satu hal yang paling diingat dari Sarwo soal pidatonya. Pada prajurit pasukan elite TNI ini, Sarwo selalu meminta prajuritnya sadar diri mereka adalah tentara rakyat.
"Dari mulai kaos kaki, sampai helm bajamu itu dibeli dari uang rakyat. Jadi jangan sekali-sekali menyakiti hati rakyat," kata Sarwo.
Sarwo sempat menjadi idola masyarakat pada akhir 1960an. Karena merasa tersaingi, Soeharto kemudian menggesernya menjadi duta besar.
sumber | wowunic.blogspot.com | http://www.merdeka.com/peristiwa/4-bapak-kopassus-nasihati-prajurit-jujur-dan-sayangi-rakyat.html
0 comments:
Post a Comment